Dari judulnya, mungkin anda langsung teringat akan sebuah film layar lebar ber-genre drama yang baru tayang di bioskop beberapa minggu belakangan ini. Sebuah film yang menceritakan tentang sekelompok anak muda yang sedang melanjutkan study di Belanda.
Bukan, bukan itu yang akan saya bahas. Bukan juga mau membahas tentang sejarah kelam bangsa kita tercinta yang dijajah Belanda selama 350 tahun.
Mendengar nama Belanda, apa sih yang ada di pikiran anda? Bangsa penjajah, kincir angin, kanal, keukenhof, red light distrik? Yuuupp seratus untuk anda. Belanda sangat identik dengan itu semua.
Belanda adalah Negara ke tiga yang kami, #segitigasamacinta, sambangi dalam rangkaian perjalanan keliling Eropa kami. Ciiieee, keliling Eropa booooww. Padahal mah cuman beberapa Negara doang. :-p :-p :-p
Saya pribadi sangat penasaran ingin melihat dari dekat seperti apa sih rupa negeri Belanda? Negeri yang selalu disebut – sebut dalam buku sejarah Indonesia. Negeri dimana sebagian besar tokoh – tokoh bangsa Indonesia ‘tempo doloe’ menuntut ilmu.
Belanda bukanlah alasan saya untuk menginjakkan kaki di benua biru. Karena sebelumnya saya punya kota favorit di belahan Negara lain. Ach, tapi nantilah. Mengenai kota itu akan saya ceritakan di tulisan yang terpisah. Deileehh, ciyuuuss? Emang bisa nulis? 😀 😀 😀
Kami masuk Eropa melalui Negara Perancis. Menginap 2 (dua) malam di sana, terus singgah di Belgia sebentar, kemudian melanjutkan perjalanan ke Belanda.
Amsterdam
Kanal dan bangunan khas Belanda
Dengan menggunakan moda transportasi bus, kami meninggalkan Brussels. Hanya membutuhkan waktu 3 – 4 jam, kami sudah bisa menginjakkan kaki di negeri Belanda.
Tiba di Amsterdam sekitar pukul Sembilan malam. Langit masih sangat terang saat itu. Maklum pada waktu summer, langit eropa terang lebih lama.
Suara bising wisatawan dari berbagai penjuru dunia memenuhi segala sisi. Rupanya orang Eropa suka sekali bepergian dikala summer. Dan malam itu kebetulan kesebelasan Oranje sedang berlaga di piala eropa. Tidak heran di sana sini banyak orang memakai baju kebanggaan sang tim. Lautan oranje ‘merubah’ warna malam. Halaaahh ko jadi puitis giniiihh yaa…
Kami menikmati Amsterdam di malam hari, sambil menggeret koper dan mencari penginapan. Melewati Dam square, madam tussaud, dan menyusuri kanal – kanal cantiknya.
Sekejab Amsterdam sudah ‘mencuri’ hati saya. Seperti itu. Mi apaaa? Miyabi. Eh salah. :p :p
Setelah makan malam ringan dan akhirnya mendapat kamar, kami pun istirahat. Membiarkan para supporter tim Oranje larut dengan yel-yel, dan hiruk pikuk sebuah pesta olahraga.
Walaupun waktu tidur yang sangat singkat, tapi tidak menghalangi kami untuk bangun pagi. *asyiikkk.
Hostel menyediakan sarapan bagi tamunya. Walau pun hanya berupa roti bakar doang, tapi sudah cukuplah untuk sekedar mengganjal perut.
Setelah rampung sarapan, kami tidak langsung pergi. Suami saya sibuk mencari hotel, sementara saya dan Bunga ‘dititipkan’ di hostel (barang kali di titip 😀 ), Biar tidak terlau crowded seperti tadi malam, begitu alasan suami saya. Iiihh sooo sweet banget siihh kamyuuu papse 😀 😀 😀
VOLENDAM
Setelah pindah dari hostel ke hotel. Kami bergegas ke central station dan melesat ke volendam.
Oh ya, di Amsterdam enaknya, stasiun bus dan stasiun kereta terpusat di satu tempat, ya di Central station itu. Jadi kita tidak perlu repot kesana sini untuk mencari dimana stasiun kereta, dimana terminal bus. Central station pun berada di jantung kota Amsterdam.
Volendam ditempuh lebih kurang 1 (satu) jam dari Amsterdam central. Kami menggunakan bus kesana. Busnya bersih banget. Dan yang lebih seru lagi, ada wifi nya juga. Biasa lah orang Indonesia (eh saya aja kali), kalau tahu ada wifi pasti girang. Hari gini cyiiiin, update status itu penting pake bingit. Hehe.
Tiba di volendam, mata dimanjakan oleh deretan rumah-rumah mungil khas Eropa yang berjejer rapih di sepanjang jalan. Bunga-bunga cantik di letakkan di jendela. Indah sekali.
Rasa Lapar menuntun kami ke sebuah café yang kursi-kursinya ditata sedemikian rupa persis di pinggir laut. Pengunjungnya lumayan ramai. Pengunjung dengan kulit berwarna hanya kami saja, selebihnya buleleng semua.
Selain memang ingin mengisi perut, ada ‘misi’ lain yang tiba-tiba melintas di benak kami. Kami ingin merasakan bagaimana dilayani oleh si noni Belanda.
Indonesia sudah merdeka bung. Saatnya ‘inlander’ memerintah si ‘kompeni’.
“saya mau yang enak…!”
kata saya pada si noni saat dia menghampiri meja kami. Untung saya gak pake gebrak meja. Hahaha.
Sang waitress begitu sigap melayani. Kami menyebut nama menunya, dia hanya memencet-mencet tombol gadgetnya, yang langsung ter-conect di dapur. Hebat banget, pikir saya saat itu. Maklum ndeso, baru liat model pelayanan macam itu.
Kami memesan dua porsi makanan Belanda (istilah mertua kalau melihat makanan non nasi 😀 ), lupa namanya apa. Kenapa cuma dua porsi padahal kami kan bertiga? Soalnya, Porsinya besar banget. dua porsi bertiga sudah lebih dari cukup.
Setelah kenyang dan puas ‘ngerjain’ si noni. kami berjalan menyusuri deretan toko souvenir dan studio foto. sejurus kemudian kami ‘terjebak’ agak lama di sebuah studio foto. Kami pengen gegayaan buat foto keluarga dengan menggunakan kostum khas Belanda.
Rupanya Orang Indonesia sangat menyukai foto session ini. Terbukti banyaknya foto-foto selebritas kita yang dipajang disana. Mulai dari artis papan atas, papan penggilesan, sampai mantan presiden kita ada. Luar biasa!
Kami menghabiskan waktu sampai sore menjelang di Volendam. Menyusuri jalanan beraspal di pinggir lautnya. Sambil menikmati matahari yang pulang. *lebay.
MENCARI JEJAK KEJU DI EDAM
Pagi-pagi kami segera menuju central station. Tujuan kami hari itu adalah Edam.
Edam dikenal sebagai kota penghasil keju terenak dan termashur di negri Belanda.
Anak saya, Bunga, yang memang doyan sekali makan keju penasaran ingin merasakan langsung di kota pembuatannya.
Setibanya di Edam, lagi-lagi mata saya dimanjakan dengan deretan rumah-rumah mungil nan cantik di pinggir kanal, yang di halamannya ditanami aneka macam bunga warna warni. Saya seperti sedang membuka buku dongeng dan menikmati gambarnya.
Sesekali oma dan opa keluar rumah dan menyirami tanamannya. Satu – dua motor boat melintas di kanalnya yang bersih. Kami menghabiskan waktu agak lama untuk menikmati suasana disitu. Sejenak kami lupa, bahwa kami ke Edam untuk melihat pabrik keju bukan mau lihat rumah. Hihi.
Akhirnya kami beranjak dari sana dan menyusuri ‘kampung’ itu dengan berjalan kaki. Ya iyalah, mau naik apa coba? Disitu tidak ada angkot apalagi go**k (teeet, iklan).
Sepanjang jalan, jarang sekali kami berpapasan dengan warga. Kampung disitu seperti mati. Lengang dan sepi. Seperti Tidak ada ‘kehidupan’ sama sekali. Pada kemana penghuninya? Pun kami tidak mendengar suara teriakkan percakapan antar tetangga, atau anak – anak kecil yang bermain layangan seperti kebanyakkan di kampung – kampung di Indonesia tercinta. Kami hanya melihat sebuah mobil melintas dengan cameraman yang sedang sibuk mengambil gambar. Entah untuk keperluan apa.
Kami celingak celinguk mencari pabrik keju yang dimaksud. Berjalan mengitari kampung tapi tidak menemukan si pabrik. Akhirnya kami putuskan untuk mampir di sebuah toko yang menjual aneka coklat berbentuk lucu nan imut. Aneka permen dan keju tentu saja. Aahh, sebenarnya kalau sekedar ingin membeli keju tentu lah sangat mudah di temui dimana-mana di Belanda, tapi karena kami ingin melihat pabriknya makanya kami ke Edam.
Tapi buat saya, tidak ada perjalanan yang sia-sia. Tidak perlu juga menyesal karena tidak berhasil melihat pabrik keju dan menyaksikan proses pembuatannya. Saya sudah sangat terhibur dengan damainya kota kecil itu.
Fall in love at the first sight.
Yup. Mungkin ungkapan itulah yang saya rasakan begitu menginjakkan kaki di negeri Belanda. Malah bisa di katakanan sebelum benar-benar menginjakkan kaki di kotanya, saya sudah fall in love. Di atas bus, saya sudah begitu menikmati pemandangan yang disajikan alam disana. Petani – petani yang sibuk mengepak hasil ladangnya sehingga berbentuk bulat – bulat besar. Sapi – sapi hitam dengan totol – totol putih menjadi pemandangan mengasyikkan selama perjalanan.
Sebenarnya dua Negara sebelumnya yang kami singgahi, dan beberapa Negara setelahnya juga sangat indah dan menarik. Namun bagi saya pribadi, Belanda menyajikan suasana yang ‘beda’.
Amsterdam dengan hiruk pikuk khas kota. Lalu lalang orang bersepeda mengingatkan saya pada kota jogja.
Kanal – kanalnya begitu bersih dan indah. Rumah-rumah khasnya berderet rapih dengan gradasi warna seperti lukisan. Tidak ada warna yang tiba-tiba menyolok mata seperti ingin menonjol sendiri. Sangat harmoni.
Volendam dengan deretan rumah-rumah mungil di pinggir laut dan café-café cantik dan juga toko-toko souvenir di sepanjang pantai, seperti rumah-rumahan mainan masa kecil yang disulap jadi nyata. Selintas saya seperti sedang berada di dunia fantasi.
Edam kota kecil yang cantik, damai, dan sepi. Sama dengan Amsterdam dan Volendam, tertata rapih jali.
Sepanjang penglihatan saya, Belanda sangat rapih dan terencana. Tata kotanya luar biasa. Sulit untuk di ungkapkan dengan kata- kata.
Suami saya sampai berkelakar. “nanti kalau saya pensiun, saya ingin menetap di sini”, katanya menunjuk kota Edam.
Belanda sudah jauh.
Suatu saat saya ingin kembali kesana. Salah satu Negara yang membuat saya fall in love at the first sight.
Bunda, ajak kalau kesana lagi… Justru impian saya ingin lanjuut kuliah disini. Knp dgn belanda?? Krn sy terkesima membangun kota di bawah laut.. Makanya pwngwn sekali ambil jurusan water management. Semoga wkt yg akan datang sy bisa kesini. Amin
Kak Nuniek kalo tulis pengalamannya sudah mengalir. Asyik, Kak.
Bagusnya kalo setiap perjalanan ada catatannya, termasuk ketika mendampingi Pak Awal syuting (hihi kompor lagiii)
Belanda memang cantik ya, Mbak. Saya sempat ke Wijk aan Zee musim gugur tahun lalu, itu kota kecil di area pantai yang nggak begitu jauh dari Amsterdam. Banyak rumah dan toko cantik, terus pantainya bersih banget (tapi dingin & super windy hehe)!
Bunda, ajak kalau kesana lagi… Justru impian saya ingin lanjuut kuliah disini. Knp dgn belanda?? Krn sy terkesima membangun kota di bawah laut.. Makanya pwngwn sekali ambil jurusan water management. Semoga wkt yg akan datang sy bisa kesini. Amin
LikeLike
hai hai.. akhirnya saya bisa buka commentnya..
aamiin, Ratih semoga impiannya terwujud say.
Belanda emang kereeen banget.
LikeLike
Luar biasa. Perjalanan yg sangat mengasyikkan. Sukses yah
LikeLike
thank you..
LikeLike
Keren oiii. Momen perjalanan yang menginspirasi. Lain kali bawa aku ikut serta yah hihiii…..
LikeLike
makasih say sudah mampir. waduuuhh ini komennya dah lama banget yaah. maaf baru bisa buka komenta.
LikeLike
Kak Nuniek kalo tulis pengalamannya sudah mengalir. Asyik, Kak.
Bagusnya kalo setiap perjalanan ada catatannya, termasuk ketika mendampingi Pak Awal syuting (hihi kompor lagiii)
LikeLiked by 1 person
makasih banyak supportnya bu. Insha Allah pengen di rutinin menulis. Selama ini banyak pertimbangan karena mikir mau bikin ulang blognya.. hehe..
sorry terlambat baca dan balasnya…
LikeLike
Belanda memang cantik ya, Mbak. Saya sempat ke Wijk aan Zee musim gugur tahun lalu, itu kota kecil di area pantai yang nggak begitu jauh dari Amsterdam. Banyak rumah dan toko cantik, terus pantainya bersih banget (tapi dingin & super windy hehe)!
LikeLike
wow thanks sudah mampir mbak.. di Belanda saya cuman ke 3 kota aja. mudah2an ada kesempatan bisa kesana lagi.. amiin
LikeLike